Rasanya baru kemarin saya menulis tentang RESOLUSI 2021 saya. Sekarang kalo saya melihat buku yang saya pinjam dari seorang teman rasanya mau menertawakan diri sendiri. Saya bahkan lupa sudah berapa banyak buku yang berhasil saya baca. Mestinya dulu saya menulis resolusi membeli minimal 3 buku saja. Dengan begitu satu resolusi saya sudah terpenuhi. Tapi yang sudah berlalu biarlah berlalu.
Awal tahun 2022, saya tidak akan membuat GRATITUDE LIST seperti yang saya buat di tahun lalu. Bukan karena saya tidak bersyukur, tapi memang tidak mau saja. Sebagai gantinya saya akan flashback singkat ke tahun 2021 yang munurut saya lumayan banyak menguji kesehatan fisik dan mental. Awal tahun diawali dengan ART yang resign. Drama ART juga berlanjut hingga sepanjang tahun. Cukup untuk membuat saya peka terhadap kemunafikan orang lain dan memberi pelajaran berharga kalau sebisa mungkin tetap pasang batasan kepada ART dan tidak terlalu bergantung pada mereka.
Mengurus anak sekaligus mengurus pekerjaan rumah di waktu yang sama juga harus menyelesaikan pekerjaan kantor sempat beberapa bulan saya rasakan. Mulai dari senang, bersyukur, marah, malu dengan rekan kerja, lelah hingga menangis saat menidurkan anak-anak sudah penah saya rasakan. Konsultasi ke psikolog pun akhirnya saya lakukan walaupun secara online dan dirasa tidak memberikan efek apapun. Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan membuat saya lelah fisik dan juga mental begitu kata psikolognya.
Satu bulan sempat 'bersantai sedikit' karena mendapatkan ART pengganti, cobaan kembali datang saat kami sekeluarga harus tepapar COVID. Kembali saya harus merasakan mengurus semuanya sekaligus ditambah dalam kondisi sakit dan harus mengurus semua anggota keluarga yang sakit. Bukan hanya lelah dan kesal, saat itu saya sangat marah dengan suami saya yang abai menjaga protokol. Tidak mau memisahkan diri dengan anggota keluarga lain yang sehat, tidak mau ke dokter saat gejala awal timbul bahkan memarahi saya di depan anggota keluarga lain karena saya memaksa untuk ke dokter. Rasanya sudah habis kesabaran saya. Sejak kejadian itu, tidak pernah lagi saya menahan diri untuk tidak menegur kalau perlu dengan nada tinggi jika memang diperlukan.
Setelah kami semua sembuh, masalah ART kembali datang. tidak perlu dijelaskan secara detail. intinya saya sudah mulai terbiasa tanpa ART dan berjanji tidak akan pernah bergantung pada mereka jadi semua masih bisa terkendali bahkan alhamdulillah diberikan pengganti yang lebih baik. Ditambah 3 bulan setelah itu harus berkerja ekstra karena kekurangan beberapa anggota tim di unit tempat berkerja. Bulan desember disegarkan dengan road trip sekeluarga yang walaupun tidak sesempurna bayangan karena adik naya sakit selama disana, tapi sangat menyebuhkan batin terhadap rasa lelah sepanjang tahun 2021.
Tahun 2021 ditutup dengan keikutsertaan saya dengan program semacam pensiun dini dari perusahaan yang mana saya harap bisa lebih mempererat hubungan kami sekeluarga, menjadi pembuka pintu rezeki yang lebih besar untuk keluarga ini dan memberikan suasana baru untuk diri saya sendiri saat saya berkerja di perusahaan lain nanti. Walaupun sampai malam ini perngajuan saya masih di tolak tapi saya tetap percaya bahwa Allah telah mempersiapkan rencana terbaikNya untuk kami.
Dibalik itu semua, saya menyadari kalau ujian yang diberikan ke saya sepanjang tahun lebih menguatkan peran saya sebagai seorang ibu sekaligus suami sebagai seorang ayah. Tidak ada lagi konsep patriaki, semua pekerjaan rumah dan mengurus anak dikerjakan berdua seperti halnya dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Anak-anak juga menjadi sangat dekat dengan ayahnya. Tidak ada lagi rengekan yang hanya bisa dihentikan oleh mama. Sekarang ayah juga bisa membuat rengekan berhenti.
Salam Sayang,
No comments:
Post a Comment