Bulan Juli 2022 lalu akhirnya benar-benar menjadi bulan terakhir saya bekerja di perusahaan tempat saya mencari penghasilan selama kurang lebih 8 tahun belakangan ini. Saya mulai bekerja di perusahaan ini satu tahun sejak saya lulus kuliah. Mulai dari fresh graduate yang tidak tau apa-apa tentang dunia kerja di bidang IT sampai menemukan kecintaan di bidang data. Mulai dari remaja labil yang suka jalan ke tempat baru untuk sekedar mencari keramaian dengan teman-teman. Sampai menjadi ibu anak 2 yang lebih suka bermain di rumah dengan 2 toodler yang sedang aktif - aktifnya. Terlalu banyak kenangan dengan perusahaan ini. Percaya atau tidak, saya sudah mengikuti beberapa kali perpisahan dan beberapa kali pula gagal move on. Alhamdulillah akhirnya foto yang teman saya ambil di perpisahan pertama ini benar-benar bisa mewakilkan 'kelulusan' saya.
" Be what you want to be. Not what others want to see "
Seperti yang sudah saya prediksi sebelumnya, setelah saya keluar, banyak yang mempertanyakan keputusan saya. Kenapa saya begitu berani melepaskan status karyawan tetap saya dan membuat saya harus mengulang kembali karir saya dari awal di tempat lain. Apalagi dengan kondisi saya saat ini yang belum menemukan pekerjaan berikutnya. Ditambah rekam jejak saya di kantor yang alhamdulillah tidak pernah ada masalah baik di pekerjaan maupun dengan rekan kerja lainnya. Tidak ada yang percaya jika saya bilang alasannya karena saya ingin menjadi ibu rumah tangga yang full mengurus anak-anak. Hihihiii... Jujur, sempat ada enggan untuk menceritakan status saya sekarang kepada keluarga besar. Enggan untuk menjelaskan alasannya karena toh belum tentu mereka bisa mengerti. Ada sedikit kekhawatiran akan mengecewakan ekspektasi mereka terhadap saya.
" Been There Done That "
Hal ini membuat saya flashback masa - masa 8 tahun yang lalu. Kala itu saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan pertama saya sebagai news reporter di salah satu stasiun tv swasta. Sama - sama bukan keputusan yang mudah karena saya belum mendapatkan pekerjaan pengganti. Sama - sama dipertanyakan dan disayangkan mengingat saat itu saya sudah mendapatkan layar. Sama seperti sekarang, saya menyukai pekerjaan saya yang dulu. Bisa berkeliling ke tempat - tempat yang belum pernah saya kunjungi dan bertukar cerita dengan orang-orang dari berbagai latar belakang yang berbeda adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi saya. Perbedaannya, saat itu hati saya tidak seberat sekarang karena saat itu masa kerja saya yang baru 1 tahun. Mungkin memang benar pendapat orang - orang sekitar. Saya lagi - lagi sedang mempertaruhkan hidup.
"Ada resiko yang harus diambil tapi itu harus dan layak dilakukan. Karena ada ungkapan, hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan. Untuk mencoba sesuatu yang lain memang terkadang kita harus mempertaruhkan apa yang kita punya. " _Najwa Shihab
Kalimat dari Mba Nana itu sangat tepat menggambarkan keadaan saya sekarang. Itu lah yang sedang saya lakukan melepaskan yang ada dalam genggaman untuk meraih sesuatu yang lebih besar. Mundur sejenak untuk kemudian bisa melesat lebih cepat. Keluar dari comfort zone untuk melihat dunia luar. Saat saya memutuskan untuk mengakhiri karir saya sebagai news reporter dan masuk ke dalam dunia IT yang sudah seharusnya, ada rasa aneh bercampur dengan syukur. Aneh karena saya yang sudah terbiasa kerja lapangan, berhadapan langsung dengan narasumber, tiba-tiba bekerja di balik komputer, menangani beragam insiden dan berkomunikasi dengan user hanya lewat telephone. Aneh karena semua yang di katakan rekan kerja saya di tempat yang lama benar adanya. Tapi di sisi lain saya bersyukur sudah mengambil keputusan itu. Karena dengan begitu, saya bisa bertemu dengan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kenal dengan rekan - rekan kerja yang seperti keluarga. Mendapatkan banyak ilmu baru yang bahkan semasa kuliah tidak pernah mau saya cerna tapi sekarang malah selalu saya cari.
" in the end, we only regret the chances we didn't take "
Hidup memang selalu tentang pilihan, resiko dan pertaruhan. Layaknya saat saya memutuskan untuk menikah. Saya mempertaruhkan hidup bebas, mapan dan menyenangkan saya untuk hidup bersama suami saya. Juga saat saya mempertaruhkan hidup saya menahan rasa sakit yang luar biasa untuk bisa bertemu anak saya ketimbang harus menghilangkan rasa sakit tapi memberikan resiko pada anak saya. Bahkan saya mengulangnya lagi untuk anak kedua saya. Apakah semua itu sepadan? Tentu. Apakah hidup saya menjadi lebih menyenangkan? tidak selalu. Kehidupan berumah tangga, mengasuh anak dan beradaptasi dengan lingkungan baru pasti menemukan kesulitan pada awalnya. Tapi semakin dijalani, semakin kita pintar memahami, mencari solusi dari setiap masalah, belajar memperbaiki kesalahan dan pada akhirnya bisa mendapatkan kesenangan itu sendiri. Pada akhirnya harapan akan menjadi pribadi yang lebih baik sekaligus mendapatkan hidup baru yang lebih baiklah yang membuat kita berani mempertaruhkan hidup kita.
Salam Sayang,
No comments:
Post a Comment